Halaman

Senin, 19 Oktober 2009

Meraih ketenangan jiwa

Betapa mahalnya harga ketenangan jiwa. Banyak yang mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Namun, tak sedikit yang salah arah. Lihat saja orang rela menghabiskan berjam-jam nongkrong di tempat hiburan sembari minum minuman keras. Tak sedikit yang menghabiskan uang jutaan untuk mengkonsumsi pil-pil penenang. Sementara, ketenangan yang diproleh cuma sesaat. Itu pun sifatnya semu. Alih-alih ingin meraih ketenangan jiwa yang ada malah kehancuran.

Berbagai persoalan sehari-hari bisa menjadi pemicu stress. Apalagi di kehidupan yang serba cepat seperti sekarang ini. Banyak hal yang membuat seseorang merasa tertekan, kecewa dan tegang. Masalahnya tinggal pada intensitas. Bila stress itu terjadi terus menerus akan menjadi distress yang berujung pada depresi. Pada tingkat ini penderita kerap melakukan tindakan di luar akal sehat.

Faktanya, tak ada seorang pun terbebas dari persoalan hidup. Itulah sunatullah yang berlaku di dunia. Kekayaan, pangkat dan kedudukan takkan mampu menghalanginya.


Namun, Islam memberikan solusi terhadap tekanan hidup itu agar jiwa tetap tenang. Tak ada istilah stress hagi seorang mukmin. Soalnya, Islam telah memberikan solusi menghadapi tekanan hidup, Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meraih ketenangan jiwa:

1. Membaca dan mendengarkan al-Quran

Suatu ketika seseorang datang kepada Ibnu Mas’ud, salah seorang sahabat utama Rasulullah. Ia mengeluh, “Wahai Ibnu Mas’ud, nasihatilah aku dan berilah obat bagi jiwaku yang gelisah ini. Hari-hariku penuh dengan perasaan tak tenteram, jiwaku gelisah, dan pikiranku kusut. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak," kata orang tersebut.

Ibnu Mas’ud menjawab, ”Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat. Pertama, tempat orang membaca al-Quran. Engkau baca al-Quran atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya. Kedua, engkau pergi ke majelis pengajian yang mengingatkan hatimu kepada Allah. Ketiga, engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau berkhalwat mengabdi kepada Allah. Nasihat sahabat Nabi itu segera dilaksanakan orang tersebut. Sesampainya di rumah, segera ia berwudhu kemudian diambilnya Al-quran dan dibacanya dengan khusyuk. Selesai membaca, ia segera dapati hatinya memperoleh ketenteraman, dan jiwanya pun tenang. Pikirannya segar kembali, hidupnya terasa bergairah kembali. Padahal, ia baru melaksanakan satu dari tiga nasihat yang disampaikan sahabat Rasulullah saw tersebut.

2. Menyayangi orang miskin

Rasulullah memerintahkan kepada muslim yang punya kelebihan harta untuk memberikan perhatian kepada orang miskin. Ternyata, sikap dermawan itu bisa mendatangkan ketenangan jiwa. Mengapa? Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa para malaikat selalu mendoakan orang-orang dermawan:

“Setiap pagi hari dua malaikat senantiasa mendampingi setiap orang. Salah satunya mengucapkan doa: Ya Allah! Berikanlah balasan kepada orang yang berinfak. Dan malaikat yang kedua pun berdoa: Ya Allah! Berikanlah kepada orang yang kikir itu kebinasaan."

Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang dermawan itu memperoleh dua balasan. Pertama, ia mendapatkan ganjaran atas apa yang diberikannya kepada orang lain. Kedua, mendapatkan limpahan ketenangan jiwa dan belas kasihan dari Allah.

3. Melihat orang yang di bawah, jangan lihat ke atas

Ketenangan jiwa akan diperoleh jika kita senantiasa bersyukur atas segala pemberian Allah, meskipun tampak sedikit. Rasa syukur itu akan muncul bila kita senantiasa melihat orang-orang yang kondisinya lebih rendah dari kita, baik dalam hal materi, kesehatan, rupa, pekerjaan dan pemikiran. Betapa banyak di dunia ini orang yang kurang beruntung. Rasa syukur itu selain mendatangkan ketenangan jiwa, juga ganjaran dari Allah.

4. Menjaga silaturahmi

Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan jalinan hubungan yang baik dengan manusia lain. Berbagai kebutuhan hidup takkan mungin bisa diraih tanpa adanya bantuan dari orang lain. Karenannya, di dalam hadits Rasulullah diperintahkan untuk tetap menjalin silaturahmi, sekalipun terhadap orang yang melakukan permusuhan, Rasulullah juga pernah bersabda bahwa silaturahmi dapat memanjangkan umur dan mendatangkan rejeki. Hubungan yang baik di dalam keluarga, maupun dengan tetangga akan menciptakan ketenangan, kedamaian dan kemesraan. Hubungan yang baik itu juga akan sangat efektif untuk menanggulangi berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat.

5. Banyak mengucapkan la hawla wa la quwwata illa billah.

Sumber ketenangan jiwa yang hakiki bersumber dari Allah SWT. Karena itu hendaklah kita selalu menghadirkan Allah SWT dalam segala situasi, baik dalam keadaan senang maupun susah. Keterikatan yang kuat dengan Allah SWT akan membuat jiwa seseorang menjadi kuat, tak mudah goncang dan diombang-ambingkan sesuatu. Sebab, bila kita lalai untuk mengingat Allah, maka membuka peluang bagi setan untuk mempengaruhi pikiran kita.

6. Mengatakan yang haq (benar) sekalipun pahit

Hidup ini harus dijaga agar senantiasa berada di atas jalan kebenaran. Kebenaran harus diperjuangan. Pelanggaran terhadap kebenaran akan mendatangkan kegelisahan. Ketenangan jiwa akan tergapai bila kita tidak melanggar nilai-nilai kebenaran. Sebaliknya, pelanggaran terhadap kebenaran akan berpengaruh terhadap ketenangan jiwa. Lihat saja orang-orang kerap berbuat maksiat, kehidupannya diliputi kegelisahan.

7. Tidak ambil peduli terhadap celaan orang lain asalkan yang kita lakukan benar-benar karena Allah

Salah satu faktor yang membuat jiwa seseorang tidak tenang adalah karena selalu mengikuti penilaian orang terhadap dirinya. Terombang ambing oleh sikap dan gaya hidup orang kebanyakan. Sedangkan seseorang akan memiliki pendirian yang kuat jika berpegang kepada prinsip-prinsip yang datang dari Allah (al-Islam). Betapa melelahkannya hidup ini bila segala hal yang ada di dunia ini kita ikuti.

8. Tidak mengemis kepada orang lain

"Tangan di atas (memberi) lebih mulia dari tangan di bawah" adalah hadits rasulullah yang memotivasi setiap mukmin untuk hidup mandiri. Tidak tergantung dan meminta-minta kepacla orang lain. Sebab, orang, yang mandiri, jiwanya akan kuat dan sikapnya lebih berani dalam menghadapi kehidupan. Sebaliknya, orang yang selalu meminta-minta menggambarkan jiwa yang lemah. Hal ini tentu membuat batin tak nyaman.

9. Menjauhi Utang

Dalam sebuah hadits Rasulullah dengan tegas mengatakan: “Janganlah engkau jadikan dirimu ketakutan setelah merasakan keamanan!” (Para sahabat) bertanya: Bagaimana bisa terjadi seperti itu! Sabdanya: Karena utang.”

Begitulah kenyataanya. Orang yang berutang akan senantiasa dihantui ketakutan, karena ia dikejar-kejar untuk segera melunasinya. Inilah salah satu faktor yang membuat banyak orang mengalami tekanan jiwa. Rasulullah juga mengatakan: “Hendaklah kamu jauhi utang, karena utang itu menjadi beban pikiran di malam hari dan rasa rendah diri di siang hari."

10. Selalu berpikir positf

Mengapa seseorang mudah stress? Salah satu faktornya karena ia selalu diliputi pikiran-pikiran negatif. Selalu mencela dan menyesali kekurangan diri. Padahal, setiap kita diberikan oleh Allah berbagai kelebihan. Ubahlah pikiran negatif itu menjadi positif. Ubahlah ungkapan keluh kesah yang membuat muka cemberut, badan lemas dan frustasi dengan ungkapan senang. Ungkapan senang akan membuat ekspresi senyum dan jiwa menjadi semangat kembali. Bukankah di balik kesulitan dan kegagalan ada hikmah yang bisa jadi pelajaran? Dan bukankah dibalik kesulitan ada kemudahan?

Sabtu, 17 Oktober 2009

Khalifah Umar dan Gadis Jujur

Khalifah Umar dan Gadis Jujur


Khalifah Umar bin Khattab sering melakukan ronda malam sendirian. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya langsung dari dekat. Ketika melewati sebuah gubuk, Khalifah Umar merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Dari balik bilik Kalifah umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan itu.
"Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."
"Benar anakku," kata ibunya.
"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya.
"Hmmm....., sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan," kata ibunya.

Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu.

"Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah itu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan hidup yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.

"Tidak, bu!" katanya cepat.
"Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.
"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal.
"Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"
"Tapi, tidak akan ada yang tahu kita mencampur susu dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata ibunya tetap memaksa.
"Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"
"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apa pun kita menyembunyikannya, "tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang.

Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.

"Aku tidak mau melakukan ketidak jujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat,"kata anak itu.

Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.

"Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!" gumam khalifah Umar. Khalifah Umar beranjak meniggalkan gubuk itu.Kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya. Keesokan paginya, khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Di ceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.

"Anakku, menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya, " kata khalifah Umar. " Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat."

Ashim bin Umar menyetujuinya. Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan di tangkap karena suatu kesalahan.

"Tuan, saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami....," sahut ibu tua ketakutan.

Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya.

"Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah , tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya seorang ibu dengan perasaan ragu.
"Khalifah adalah orang yang tidak, membedakan manusia. Sebab, hanya ketawakalanlah yang meninggikan derajad seseorang disisi Allah," kata Ashim sambil tersenyum.
"Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar.
Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khalifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka.
"Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian...," jelas khalifah Umar.

Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana. Menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia. Keduanya membahagiakan orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak akan menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab

Wahai Istri..!!!!

Wahai Istri..!!!!

Satu kisah abadi dalam sejarah yang menunjukkan betapa tingginya nilai kasih sayang dalam membentuk masyarakat yang sejahtera, adalah kisah yang terjadi di zaman pemerintahan Khalifah Islam, Khalifah Umar ibn al-Khatab. Khalifah Umar terkenal sebagai pemimpin yang sangat mencintai rakyatnya. Kepekaan hubungannya terhadap rakyat jelata khususnya fakir miskin sangat luar biasa. Pada suatu malam beliau seperti biasa meronda di sekitar Madinah. Beliau melakukan rondaan malam untuki mengetahui keadaan rakyatnya.

Tiba-tiba pandangannya tertumpu ke sebuah pondok di pinggir kota Madinah. Dari dalam pondok itu terdengar rintihan seorang wanita. Segera Umar menghampiri tempat itu. Di pintu pondok ada seorang lelaki yang sedang duduk termenung. Ternyata beliau adalah suami kepada wanita yang sedang mengerang kesakitan kerana hendak melahirkan. Wanita ini sedang bertarung nyawa sementara suaminya berada dalam kebingungan karena tidak tahu apa yang hendak dilakukan untuk menolong isterinya. Rupa-rupanya pasangan suami isteri ini bukanlah penduduk asal kota Madinah tetapi orang asing yang sedang merantau tanpa sanak saudara.

Melihat situasi ini, Khalifah Umar segera pulang menemui isterinya, Ummu Kulsum lalu berkata: "Maukah engkau mendapat pahala yang dibukakan kesempatannya oleh Allah SWT bagi kita? Mau, jawab isterinya. Seorang wanita musafir sedang sarat mengandung dan sedang menanti saat melahirkan tetapi tiada orang yang datang menolongnya, kata Umar. Jika anda mau, saya pasti akan menolongnya," sahut isteri Umar.

Umar segera menyiapkan perbekalan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti tepung gandum, minyak samin, lembaran kain untuk membalut bayi dan sebagainya. Sambil mengajak isterinya, Umar memikul sendiri periuk dan tepung gandum di bahunya. Bersama isterinya beliau menuju pondok pasangan suami isteri tadi. Ummu Kulsum terus masuk ke dalam pondok untuk membantu wanita yang akan melahirkan itu. Manakala Sayyidina Umar pula segera memasang tungku, kemudian meletakkan periuk di atasnya dan menyalakan api di bawahnya. Umar bersiap sedia memasak makanan bagi wanita yang akan melahirkan sementara suami wanita itu berada di sisi Sayyidina Umar sambil memperhatikan perbuatan lelaki asing yang menolongnya dengan rasa penuh syukur dan terima kasih.

Suami wanita itu sama sekali tidak mengetahui siapa penolong yang baik hati itu. Di dalam hatinya ia berkata, "Lelaki ini lebih layak menjadi khalifah daripada Umar bin Khattab!" Tiba-tiba terdengar dari dalam pondok tangisan bayi. Rupanya ibu itu sudah selamat melahirkan bayinya. Bukan main gembira hati si ayah yang menunggu di luar pondok. Tidak lama kemudian terdengar suara keras dari Ummu Kalsum, "Hai Amirul Mukminin, sampaikanlah berita gembira kepada sahabatmu itu, ia dianugerahkan Allah seorang anak lelaki".

Mendengar ungkapan itu, barulah disadari oleh lelaki berkenaan bahwa orang yang menolong keluarganya ialah pasangan suami isteri pemimpin kaum Muslimin, lalu gemetarlah seluruh tubuhnya akibat rasa terkejut yang amat sangat. Selepas selesai semua urusan dan sebelum berlalu, Umar berpesan kepada si suami tadi, "Pagi nanti datanglah menemui saya di Kota Madinah. Saya akan memberikan bekalan kepada anda dengan wang dari Baitulmal, sekadar bekal bagi anda dan akan saya keluarkan hak bayi ini".

Demikianlah contoh seorang isteri yang sedia membantu suaminya tanpa mengira waktu untuk menolong mereka yang berada dalam kesulitan. Inilah hasil tarbiyah iman dan Islam sehingga mampu melahirkan suatu masyarakat Islam yang tiada tandingan.

Saya Takut kepada Allah...

Saya Takut kepada Allah...


Pada zaman pemerintahan Sayyidina Umar Al-Khattab, ada seorang pemuda yang bekerja sebagai pengembala kambing. Pemuda tersebut adalah seorang hamba sahaya yang amanah dan jujur. Kedua-dua orang tuanya telah meninggal dunia, dan dia hidup sebatang kara, yatim piatu serta hamba sahaya pula.

Setiap hari pemuda tersebut mendaki bukit bakau dan melintasi padang rumput untuk menghalau kambing-kambing milik majikannya dari satu lembah ke satu lembah lain. Dia menjaga kambing-kambing tersebut dengan baik dan amanah seolah-olah kambing kepunyaan sendiri.

Pada suatu hari Amirul Mukminin berjalan keluar untuk melihat dan meninjau keadaan rakyatnya. Khalifah bertemu dengan pemuda pengembala yang sedang menghalau kambing-kambingnya menuju ke kandang kerana waktu sudah hampir gelap.

Khalifah Umar pun mendekati pemuda pengembala itu dengan penuh mesra, seraya berkata:

"Banyak sekali kambing-kambing yang kamu pelihara, dan sangat bagus dan gemuk-gemuk semuanya. Oleh karena itu kamu juallah kepadaku. Saya ingin seekor darinya yang gemuk dan bagus."

Mendengar kata-kata demikian, pengembala tersebut menjawab:
"Kambing-kambing ini bukanlah milik saya, tetapi milik majikan saya. Saya hanyalah seorang hamba dan pengembala yang mengambil upah saja."

Khalifah Umar membujuk pemuda itu supaya dapat menjual seekor dari kambing-kambing majikannya untuk menguji sampai sejauh mana sifat amanah dan jujurnya. Khalifah berkata:
"Saya rasa tidak apa-apa kalau kamu menjual seekor saja untukku. dan kamu boleh dapat uang darinya. Jika majikan kamu bertanya tentang kambing yang seekor, katakan saja kambing itu telah terkam oleh serigala. Sudah tentu majikan kamu tidak mengetahui kalau kambing seekor itu telah kamu jual."

Jawab pengembala itu, "Tidak, sebab ia adalah amanah dan saya tidak boleh berlaku curang sekali pun."

Tanya Khalifah lagi: "Siapakah majikan kamu dan di manakah tempat tinggalnya?"

Pengembala itu menjawab: "Si fulan ... si fulan... Majikanku tinggal di sebalik atas bukit di ujung sana."

Namun Khalifah Umar terus berusaha membujuk pengembala tersebut supaya dapat menjualkan seekor dari kambing-kambingnya. "kalau kamu jual seekor dari kambing tersebut, sudah tentu majikan kamu tidak tau. Bukankah tidak ada siapa pun dekat sini yang melihat?" tanya Umar.

Bujukan demi bujukan Khalifah Umar tidak melemahkan hati pemuda pengembala itu. Ia tetap tegar mempertahankan sikap jujur dan amanahnya.

"Memanglah majikan saya tidak dapat melihat perbuatan iti, tetapi ada yang dapat melihatnya yaitu Allah S.W.T dan saya takut kepada Allah," jawab pemuda pengembala itu tegas.

Mendengarkan itu Umar tersenyum puas.

Wow....Inikah Cinta....!!!!

Wow....Inikah Cinta....!!!!


Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata: "Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat dia mampir berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'. Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran.

Dan ternyata, si wanita cantik ini pun begitu juga padanya. Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang melamarnya dari ayahnya. Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, 'Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku'.

Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, 'Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu:
''Sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. (Yunus:15). Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya.'

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata: "Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu."

Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan perasaan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan si pemuda itu seringkali berziarah ke kuburannya, dia menangis dan mendo'akannya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik.

Dalam mimpi dia sempat bertanya: "Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"

Dia menjawab: "Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan".

Pemuda itu bertanya: "Jika demikian, kemanakah kau menuju?"

Dia jawab: "Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak."

Pemuda itu berkata: "Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu." Dia jawab: "Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah Subhanahu wa Ta'ala) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."

Si Pemuda bertanya: "Kapan aku bisa melihatmu?"

Jawab si wanita: "Tak lama lagi kau akan datang melihat kami." Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia."

Dakwah...yg Indah.....!!!!

Dakwah...yg Indah.....!!!!

Diriwayatkan dari Sai'id bin Amir berkata." Telah bercerita kepada kami, Abu Ja'far : "Luqman Al-Habasy adalah seorang hamba milik seorang lelaki. Suatu ketika, dia dibawa ke pasar untuk di jual. Luqman bertanya kepada seorang lelaki yang berhasrat untuk membelinya: "Apa yang akan kamu lakukan terhadap diriku (setelah kamu beli nanti)?" "Kamu akan ku suruh melakukan itu dan ini," jawab calon pembeli. "Aku mohon kepadamu agar membatalkan niatmu untuk membeliku!" pinta Luqman.
Sikap ini selalu diperlihatkan oleh Luqman kepada para calon pembelinya hingga datanglah calon pembeli lainnya. "Apa yang hendak kamu lakukan terhadap diriku (setelah kamu membeliku nanti)?" kata Luqman. "Kamu akan ku beri tugas sebagai penjaga rumahku," jawab lelaki calon pembelinya. "Jika demikian, aku mau kamu beli!" kata Luqman.

Lelaki tersebut kemudian membayar dan mengajak Luqman pulang ke rumahnya. Majikan Luqman pada saat itu juga mempunyai tiga orang anak wanita yang menjadi pelacur di desa itu.

Pada suatu ketika, majikannya pergi ke kebun. Sebelum berangkat dia berpesan kepada Luqman : "Aku telah menyiapkan makanan di dalam kamarnya, sepeninggalanku kuncilah pintu dan kamu harus menjaga pintu ini. Dan janganlah sekali-kali kamu membuka pintunya sebelum aku kembali ke rumah!"

Tak lama kemudian ketiga puteri majikannya datang dan berkata kepada Luqman, "Bukalah pintu ini!" karena telah menerima pesan dari majikan, maka Luqman pun menolak untuk membukanya dan akhirnya ketiga gadis itu marah dan memukulnya.

Luqman kemudian membersihkan darah yang membasahi tubuhnya dan kembali berjaga di depan pintu . Ketika si majikan pulang, ia tetap merahasiakan perlaku ketiga puteri majikan terhadapnya.
Dalam kesempatan berikutnya, si majikan kembali ke kebunnya. Sebagaimana biasa, dia telah berpesan kepada Luqman, dan Luqman menjaga amanah yang telah diberikan oleh majikannya. Dan seperti peristiwa semalam, Luqman dicederai oleh tiga orang puteri majikannya karena beliau enggan membuka pintu seperti yang diiinginkan oleh wanita-wanita tersebut.

Melihat keteguhan hati Luqman, puteri sulung majikannya kemudian merasa simpati terhadap Luqman dan berkata: "Mengapa hamba Habsyi ini lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah SWT dibanding aku? Demi Allah, aku akan bertaubat!" Dan puteri sulung majikan Luqman itupun bertaubat kepada Allah SWT.

Si bungsu berkata, "Mengapa hamba Habsyi dan kakak sulungku lebih mengutamakan taat kepada Allah SWT dibanding aku? Demi Allah, aku akan bertaubat" Demikianlah si bungsu akhirnya mengikut jejak kakak sulungnya dengan bertaubat kepada-Nya.

Setelah mengetahui bahawa kakak maupun adiknya telah bertaubat, puteri kedua majikan Luqman berkata "Mengapa dua orang saudaraku dan hamba Habasyi ini lebih mengutamakan taat kepada Allah SWT berbandingku? Demi Allah, aku akan bertaubat juga!" Akhirnya dia pun bertaubat.

Setelah ketiga puterinya yang bekerja sebagai wanita pelacur itu bertaubat, maka teman se"profesi"ya di desa berkata, "Mengapa budak Habsyi dan ketiga gadis si fulan itu lebih mengutamakan taat kepada Allah SWT dibanding kami?" Hal tersebut mendorong mereka untuk bertaubat sebagaimana rakannya sehingga jadilah mereka sebagai ahli ibadat di desa itu."

Demikianlah bahwa usaha dakwah bukan hanya melalui ucapan lisan tetapi juga melalui tindakan, atau amalan yang ditunjukkan oleh Luqman Al-Hakim dalam memegang teguh amanah yang sudah menjadi tugasnya. Sehingga fitrah seorang manusia untuk selalu beribadat kepada Tuhan menjadi kenyataan tatkala melihat seorang yang mampu menjalankan ibadah itu dengan baik…

Dakwah...yg Indah.....!!!!

Dakwah...yg Indah.....!!!!

Diriwayatkan dari Sai'id bin Amir berkata." Telah bercerita kepada kami, Abu Ja'far : "Luqman Al-Habasy adalah seorang hamba milik seorang lelaki. Suatu ketika, dia dibawa ke pasar untuk di jual. Luqman bertanya kepada seorang lelaki yang berhasrat untuk membelinya: "Apa yang akan kamu lakukan terhadap diriku (setelah kamu beli nanti)?" "Kamu akan ku suruh melakukan itu dan ini," jawab calon pembeli. "Aku mohon kepadamu agar membatalkan niatmu untuk membeliku!" pinta Luqman.
Sikap ini selalu diperlihatkan oleh Luqman kepada para calon pembelinya hingga datanglah calon pembeli lainnya. "Apa yang hendak kamu lakukan terhadap diriku (setelah kamu membeliku nanti)?" kata Luqman. "Kamu akan ku beri tugas sebagai penjaga rumahku," jawab lelaki calon pembelinya. "Jika demikian, aku mau kamu beli!" kata Luqman.

Lelaki tersebut kemudian membayar dan mengajak Luqman pulang ke rumahnya. Majikan Luqman pada saat itu juga mempunyai tiga orang anak wanita yang menjadi pelacur di desa itu.

Pada suatu ketika, majikannya pergi ke kebun. Sebelum berangkat dia berpesan kepada Luqman : "Aku telah menyiapkan makanan di dalam kamarnya, sepeninggalanku kuncilah pintu dan kamu harus menjaga pintu ini. Dan janganlah sekali-kali kamu membuka pintunya sebelum aku kembali ke rumah!"

Tak lama kemudian ketiga puteri majikannya datang dan berkata kepada Luqman, "Bukalah pintu ini!" karena telah menerima pesan dari majikan, maka Luqman pun menolak untuk membukanya dan akhirnya ketiga gadis itu marah dan memukulnya.

Luqman kemudian membersihkan darah yang membasahi tubuhnya dan kembali berjaga di depan pintu . Ketika si majikan pulang, ia tetap merahasiakan perlaku ketiga puteri majikan terhadapnya.
Dalam kesempatan berikutnya, si majikan kembali ke kebunnya. Sebagaimana biasa, dia telah berpesan kepada Luqman, dan Luqman menjaga amanah yang telah diberikan oleh majikannya. Dan seperti peristiwa semalam, Luqman dicederai oleh tiga orang puteri majikannya karena beliau enggan membuka pintu seperti yang diiinginkan oleh wanita-wanita tersebut.

Melihat keteguhan hati Luqman, puteri sulung majikannya kemudian merasa simpati terhadap Luqman dan berkata: "Mengapa hamba Habsyi ini lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah SWT dibanding aku? Demi Allah, aku akan bertaubat!" Dan puteri sulung majikan Luqman itupun bertaubat kepada Allah SWT.

Si bungsu berkata, "Mengapa hamba Habsyi dan kakak sulungku lebih mengutamakan taat kepada Allah SWT dibanding aku? Demi Allah, aku akan bertaubat" Demikianlah si bungsu akhirnya mengikut jejak kakak sulungnya dengan bertaubat kepada-Nya.

Setelah mengetahui bahawa kakak maupun adiknya telah bertaubat, puteri kedua majikan Luqman berkata "Mengapa dua orang saudaraku dan hamba Habasyi ini lebih mengutamakan taat kepada Allah SWT berbandingku? Demi Allah, aku akan bertaubat juga!" Akhirnya dia pun bertaubat.

Setelah ketiga puterinya yang bekerja sebagai wanita pelacur itu bertaubat, maka teman se"profesi"ya di desa berkata, "Mengapa budak Habsyi dan ketiga gadis si fulan itu lebih mengutamakan taat kepada Allah SWT dibanding kami?" Hal tersebut mendorong mereka untuk bertaubat sebagaimana rakannya sehingga jadilah mereka sebagai ahli ibadat di desa itu."

Demikianlah bahwa usaha dakwah bukan hanya melalui ucapan lisan tetapi juga melalui tindakan, atau amalan yang ditunjukkan oleh Luqman Al-Hakim dalam memegang teguh amanah yang sudah menjadi tugasnya. Sehingga fitrah seorang manusia untuk selalu beribadat kepada Tuhan menjadi kenyataan tatkala melihat seorang yang mampu menjalankan ibadah itu dengan baik…