Halaman

Selasa, 08 November 2011

Al-Quran Digital & Terjemah CHM

Beberapa kemampuan software Al Quran adalah sebagai berikut:
  • Menampilkan ayat-ayat Al Quran dalam tulisan Arab dan terjemahan Indonesia
  • Menampilkan catatan kaki dari Al Quran terjemahan Depag RI
  • Menampilkan asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) surat Al Baqarah dan surat-surat dalam juz 30
  • Disediakan indeks menurut subyek
  • Melakukan pencarian kata dalam terjemahan
  • Membuat bookmark dari ayat yang dianggap penting
  • Ayat dalam tulisan Arab dan terjemahan dapat dicopy dan dipaste ke program lain seperti Microsoft Word
  • Tidak memerlukan instalasi font atau program tambahan
Selanjutnya dijelaskan cara-cara untuk menggunakan fungsi diatas seperti 4 tab disisi kiri Al Quran yaitu content, index, search, dan favorite, juga cara untuk mengopi ayat.

  • Content Didalam content, terdapat topik pendahuluan, indeks dan setiap surat dalam Al Quran. Untuk surat yang terdiri dari lebih dari 60 ayat, surat tersebut dibagi dalam 50 ayat.

  • Index: Didalam index, terdapat index Al Quran berdasarkan subyek yang diurutkan dalam alfabet. Indeks ini sama dengan indeks yang terdapat di topik Indeks.

  • Search: Pencarian yang sederhana terdiri dari kata atau kumpulan kata. Aturan dasar dalam mencari adalah sebagai berikut:
    • Pencarian tidak case-sensitive, jadi huruf besar atau kecil tidak dibedakan.
    • Pencarian dapat berupa huruf (a-z) dan nomer (0-9).
    • Tanda kalimat seperti titik, koma, titik koma, titik dua dan garis lurus tidak dianggap dalam pencarian
    • Tanda dua petik atau kurung dapat digunakan mengelompokkan kata
    Untuk pencarian yang advanced, beberapa cara dapat dipergunakan:
    • Wildcard:
      Mencari Contoh Hasil
      Satu kata ibadah Topik yang berisi kata ibadah
      Kumpulan kata "Allah mengampuni"


      Allah mengampuni
      Penggunaan tanda petik akan menghasilkan topik yang mengandung "Allah mengampuni"
      Tanpa tanda petik, akan menghasilkan topik yang mengandung kumpulan kata tersebut walaupun letaknya tidak berdekatan.
      Wildcard expression *ibadah*



      ibadah??
      Penggunaan tanda bintang akan menghasilakn segala kata dasar dan turunannya seperti beribadah, ibadahku dan ibadahmu.
      Penggunaan tanda tanya akan menghasilkan kata dasar dan turunannya sesuai dengan jumlah tanda tanya. Dalam contoh akan menghasilkan ibadahku dan ibadahmu.


    • Boolean:
      Mencari Contoh Hasil
      Dua kata dalam satu topik. pengasih AND penyayang Topik yang berisi kata pengasih dan penyayang.
      Salah satu kata dalam topik. Allah OR Tuhan Topik yang berisi kata Allah atau Tuhan.
      Kata pertama tanpa kata kedua. surga NOT neraka Topik yang berisi kata kata surga tetapi tidak berisi neraka.
      Dua kata yang berdekatan. Allah NEAR mengampuni Topik yang berisi kata kata Allah dan mengampuni dalam jarak 8 kata.


    • Nested: dapat digunakan dengan memberikan tanda kurung. Contoh:
      (siksaan AND munafiq) NOT dunia

    • Anz: Untuk mencari kata dalam asbabun nuzul, gunakan AND dan anz. Contoh:
      anshar AND anz

    • Idx: Untuk mencari kata dalam indeks, gunakan AND dan idx. Contoh:
      nabi AND idx
      Untuk kata didalam Al Quran, gunakan NOT dan idx. Contoh:
      nabi NOT idx

    • Selain pencarian dapat dibatasi dalam judul topik saja atau berdasarkan penyarian sebelumnya.

  • Favorite: Favorite bisa digunakan untuk mengingat ayat tertentu.
    • Untuk memasukkan favorite, ubah nama tema bila diperlukan di field Current theme, kemudian tekan Enter
    • Untuk menghapus favorite, pilih tema yang diinginkan dan tekan Delete
    • Untuk menampilkan favorite, pilih tema yang diinginkan dan tekan Display

  • Copy:
    • Untuk mengopi ayat Quran (tulisan Arab), gerakkan mouse diatas ayat tersebut, click kanan, dan pilih copy. Ayat tersebut tersimpan di clipboard dalam bentuk image yang bisa dipaste di program image editor (seperti Adobe Photoshop) atau pengolah kata (seperti Microsoft Word). Untuk Microsoft Word versi 2000 atau yang terbaru, pilih menu Edit/Paste Special lalu pilih Bitmap Image.
    • Untuk mengopi terjemahan ayat Quran (tulisan latin), pilih text, click kanan, dan pilih copy. Ayat tersebut tersimpan di clipboard dalam bentuk image yang bisa dipaste di program pengolah kata (seperti Microsoft Word)

  • Kamis, 03 November 2011

    Waktu Takbiran Hari Raya



    Pada malam ‘Idul Adha ada takbiran, berbeda dengan ‘IdulFithri, pada hari ‘Idul Fithri itu takbiran dimulai pagi hari tanggal 1 Syawal saat menuju tempat sholat sampai dengan selesainya sholat ‘Id. Sedangkan takbiran pada hari ‘Idul Adha bisa dimulai sejak pagi hari Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah), sampai dengan tanggal 13 Dzulhijjah waktu Ashar sebagaimana keterangan dibawah ini :

    قَالَ الْحَافِظُ فِى الْفَتْحِ : وَلَمْ يَثْبُتْ فِى شَيْئٍ مِنْ ذلِكَ عَنِ النَّبِيِّ (ص) حَدِيْثً وَاَصَحُّ مَا وَرَدَ فِيْهِ عَنِ الصَّحَابَةِ قَوْلُ عَلِيٍّ وَابْنُ مَسْعُوْدٍ اَنَّهُ مِنْ صُبْحِ يَوْمَ عَرَفَةَ اِلَى عَصْرِ اخِرِ اَيَّامِ مِنَى -- ابن منذر

    Menurut Alhafidz dalam kitab Fathul Bari : dalam hal tersebut tidak ada satupun hadits dari Nabi SAW dan yang paling shohih dalam hal ini adalah riwayat dari shohabat Ali dan Ibnu Mas’ud , bahwa takbir itu dimulai dari shubuh hari Arofah sampai Ashar hari akhir Mina (HR : Ibnu Mundzir)

    Bagaimanakah Lafadz Takbirnya ?

    Ada dua dua cara ketika melafadzkan takbir, baik itu di ‘Idul Fithri atau ‘Idul Adha, yaitu :

    وَاَمَّا صِيْغَةُ التَّكْبِيْرِ فَاَصَحَّ مَاوَرَدَ فِيْهَا مَارَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَقِ عَنْ سُلَيْمَانَ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ قَالَ : كَبَّرُوْا ، اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا

    Adapun lafadz takbir , maka riwayat yang paling shohih adalah apa yang diriwayatkan Abu Rozaq dari Sulaiman dengan sanad yang shohih , ia berkata : bertakbirlah : ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR KABIIRO


    وَجَاءَ عَنْ عُمَرَ وَابْنُ مَسْعُوْدٍ : اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

    Juga terdapat riwayat dari Umar dan Ibnu mas’ud : ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLA ALLAHU WA ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR WALILLAAHI ALHAMDU (Fiqhu Sunnah :1 : 326 , Fathul Bari : 2 : 462)

    Wallahu ‘alam bishowab

    http://fiqhsunnah.com

    Amalan Dzulhijjah

    Amalan Bulan Dzulhijjah adalah sebagai berikut:

    A. Memperbanyak puasa di sembilan hari pertama.

    Dianjurkan memperbanyak puasa di sembilan hari bulan Dzulhijjah. Terutama puasa hari arafah, tanggal 9 Dzulhijjah. Abu Qatadah radliallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده

    “…puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa, pen.) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad dan Muslim).

    Demikian juga keumuman hadis yang menunjukkan keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Disamping itu, terdapat keterangan khusus dari Ummul Mukminin, Hafshah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa asyura, sembilan hari pertama Dzulhijjah, dan tiga hari tiap bulan. (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, dan disahihkan Al-Albani).

    B. mengucapkan takbir (takbiran).

    Takbiran di bulan Dzulhijjah ada dua:
    1. Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja dan dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.

    2. Takbir mutlak menjelang Idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah, kaum musliM disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dst.
    Dalilnya adalah:

    Pertama, Allah berfirman,

    وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

    “…supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (QS. Al-Hajj: 28).

    Kedua, Allah juga berfirman:

    وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

    “….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al-Baqarah: 203).
    Keterangan:

    Ibn Abbas mengatakan,

    وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ

    “Yang dimaksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Al-Bukhari secara Mua’alaq, Bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).

    Ketiga, hadis dari Abdullah bin Umar , bahwa Nabi bersabda,

    ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه من العمل فيهن من هذه الأيام العشر فاكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

    “Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad dan Sanadnya dishahihkan Syekh Ahmad Syakir).

    Keempat, Imam Al Bukhari mengatakan,

    وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا

    “Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan kalimat takbir kemudian orang-orang pun bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari, Bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).

    Takbiran yang terikat waktu (Takbir Muqayyad)
    Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan salat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah salat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah salat asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut dalil-dalilnya:

    Pertama, dari Umar bin Khattab radliallahu ‘anhu,

    أنه كان يكبر من صلاة الغداة يوم عرفة إلى صلاة الظهر من آخر أيام التشريق

    Bahwa Umar dulu bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah zuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi dan sanadnya disahihkan Al-Albani).

    Kedua, dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu,

    أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق، ويكبر بعد العصر

    Bahwa Ali bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai asar tanggal 13 Dzulhijjah. Ali juga bertakbir setelah asar. (HR Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan: Sahih dari Ali).
    Ketiga, dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhu,

    أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى آخر أيام التشريق، لا يكبر في المغرب

    Bahwa Ibnu Abbas bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Ia tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan, “Sanadnya sahih”).

    Ketiga, Dari Ibn Mas’ud radliallahu ‘anhu,

    يكبر من صلاة الصبح يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق

    Bahwa Ibnu Mas’ud bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai asar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al-Hakim dan disahihkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’).

    C. Memperbanyak amal salih.

    Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

    “Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen.).” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Turmudzi).

    D. Idul Adha.

    Dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

    قدم رسول الله -صلى الله عليه وسلم- المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال « ما هذان اليومان ». قالوا كنا نلعب فيهما فى الجاهلية. فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر ».

    Bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dua hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Kami merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman jahiliyah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dengan dua hari yang lebih baik: Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, dan Ahmad. Disahihkan Al-Albani).

    E. Berkurban.

    Allah berfirman:

    فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

    “Laksanakanlah salat untuk Rab-mu dan sembelihlah kurban. (QS. Al-Kautsar: 2).

    Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا

    “Siapa yang memililki kelapangan namun dia tidak berkurban maka jangan mendekat ke masjid kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. Dihasankan Al-Albani).

    Catatan: Bagi orang yang hendak berkurban, dilarang memotong kuku dan juga rambutnya (bukan kuku dan bulu hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai dia memotong hewan kurbannya.
    Dari Umu salamah radliallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

    مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ

    “Barangsiapa yang memiliki hewan yang hendak dia sembelih (di hari raya), jika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah maka janganlah dia memotong rambutnya dan kukunya sedikitpun, sampai dia menyembelih hewan kurbannya.” (HR. Muslim).

    F. Haji.

    Allah berfirman,

    وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

    “Kewajiban bagi manusia kepada Allah, berhaji ke Baitullah, bagi siapa saja yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan” (QS. Ali Imran: 97).

    Fiqih Qurban dan Tanya Jawab Seputar Qurban

    Pengertian qurban secara terminologi syara' tidak ada perbedaan, yaitu hewan yang khusus disembelih pada saat Hari Raya Qurban ('Idul Al-Adha 10 Dzul Hijjah) dan hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzul Hijjah) sebagai upaya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.


    Dalam Islam qurban disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Saat itu Rasulullah keluar menuju masjid untuk melaksanakan shalat 'Idul Adha dan membaca khutbah `Id. Setelah itu beliau berqurban dua ekor kambing yang bertanduk dan berbulu putih.

    Hukum Berqurban

    Hukum berqurban adalah sunnah muakkadah bagi kita artinya kesunnahan yang sangat ditekankan namun bagi Rasulullah Saw berqurban adalah wajib sebagai kekhususan beliau.

    Kesunnahan tadi terbagi dua ada kalanya sunnah kifayah yaitu bagi tiap-tiap muslim yang sudah baligh, berakal, memiliki kemampuan untuk berqurban dan hidup dalam satu keluarga. Artinya jika ada salah satu anggota keluarga berqurban, maka gugurlah tuntutan untuk berqurban dari tiap-tiap anggota keluarga itu. Namun tentunya yang mendapat pahala qurban adalah khusus bagi orang yang melakukannya.

    Dan ada kalanya hukum qurban sunnah 'ain yaitu bagi mereka yang hidup seorang diri, tidak memiliki sanak saudara. Atau dengan kata lain sunnah 'ain adalah sasaran kesunnahannya ditujukan pada indifidu atau personal semata.
    Yang dimaksud 'memiliki kemampuan' disini adalah orang yang memiliki harta yang cukup untuk dibuat qurban dan cukup untuk memenuhi kebutuhannya pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
    Bahkan Imam As Syafi'i berkata, "Saya tidak memberi dispensasi / keringanan sedikitpun pada orang yang mampu berqurban untuk meninggalkannya". Maksud perkataan ini adalah makruh bagi orang yang mampu berqurban, tapi tidak mau melaksanakannya (lihat: Iqna' II/278)

    Meskipun hukum qurban adalah sunnah, namun suatu ketika bisa saja berubah menjadi wajib, yaitu jika dinadzarkan. Maka konsekwensinya jika sudah menjadi qurban wajib dia dan keluarga yang dia tanggung nafkahnya tidak boleh mengambil atau memakan sedikitpun dari daging qurban tersebut.

    Waktu Pelaksanaan Kurban

    Waktu pelaksanaan kurban adalah seusai melakukan sholat Idul Adha, 10 Dzul Hijjah sampai terbenamnya matahari pada akhir hari Tasyriq yaitu 13 Dzul Hijjah. Jadi tersedia waktu selama empat hari.
    Sedangkan teknis penyembelihan hewan kurban, orang yang berkurban boleh melakukannya sendiri, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw. Boleh pula penyembelihannya diwakilkan kepada yang lebih ahli, sebagaimana beliau mengizinkan sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk menyembelih hewan kurban beliau. Dan jika penyembelihan itu diwakilkan kepada orang lain, maka dianjurkan kepada orang yang berkurban untuk menyaksikan proses penyembelihan, sebagaimana perintah Beliau kepada puterinya As Sayyidah Fatimah.

    Pembagian kurban.

    Daging kurban disyaratkan untuk dibagikan mentah, agar oleh si penerima yang berhak, dapat digunakan sesuka hatinya atau menjualnya. Maka tidak cukup dengan mengundang fakir miskin dan disuguhkan kepada mereka masakan dengan daging kurban tersebut.
    Mengenai pembagian daging kurban, asalkan bukan kurban nadzar, maka orang yang berkurban berhak mengambil sebagian daging kurban dan selebihnya dibagikan (disedekahkan) kepada fakir miskin. Sebagian ulama berpendapat, daging kurban didistribusikan menjadi 3 bagian, sepertiga dimakan oleh yang berkurban, sepertiga lagi untuk disimpan oleh yang berkurban dan sepertiga yang lain disedekahkan kepada fakir miskin atau orang lain.

    Sementara imam Syafi’I dalam qoul jadidnya berpendapat, sepertiga untuk dimakan sendiri dan dua pertiganya untuk disedekahkan. Adapun salafush shalih mereka menyukai membagi tiga bagian, sepertiga untuk dimakan sendiri, sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin dan sepertiga lagi dihadiahkan kepada orang yang kaya.

    Sementara menurut pendapat Imam Ibnu Qasim Al Ghizi, yang paling utama adalah menyedekahkan seluruh daging kurban tersebut, kecuali sekedar beberapa suapan saja bagi yang berkurban untuk mendapat keberkahan (At Tabarruk) dengan kurban itu.
    Adanya hak orang yang berkurban mengambil daging kurbannya itu tidaklah mengurangi nilai ibadah kurbannya. Oleh karena nilai kurbannya telah terwujud pada proses penyembelihan, penumpahan darah hewan kurban.

    Perbuatan yang dilarang dalam hal ini adalah menjual daging kurban sekalipun kulitnya atau memberikan upah berupa sebagian daging kurban kepada orang yang diserahi menyembelih.
    Tapi jika kurban itu dinadzarkan, seperti dia mengatakan: “ wajib kepadaku agar aku berkurban untuk Allah”, atau “Aku bernadzar akan berkurban”, atau, “ binatang ini aku jadikan sebagai kurban”, maka dengan kalimat-kalimat itu dia telah dianggap bernadzar atau dengan kata lain menjadi wajib baginya berkurban, dan dalam hal ini, dia tidak boleh nantinya setelah disembelih untuk mengambil bagian dari daging kurbannya sekalipun sedikit, demikian pula tidak boleh mengambilnya orang-orang yang berada dalam tanggungan nafakahnya, seperti anak dan isterinya.

    Kesunnahan saat menyembelih

    Disunnahkan pada saat menyembelih beberapa hal, diantaranya: membaca basmalah dan sholawat kepada Rasulullah sebelum menyembelih, menghadap ke kiblat dan binatang kurban juga dihadapkan ke kiblat, mengucapkan takbir 3 kali sebelum basmalah atau sesudahnya, seperti dikatakan imam Al Mawardi dan juga disunnahkan untuk berdoa agar kurban tersebut diterima oleh Allah, seperti dia berdoa: “ Ya Allah inilah kurban dariMu dan untukMu, maka terimalah kurban ini”, maksudnya adalah “ Ya Allah binatang kurban ini sebagai nikmat dariMu kepadaku dan aku mendekatkan diriku kepadaMu dengannya maka terimalah ini”
    Disunnahkan bagi yang hendak berkurban untuk tidak memotong rambutnya, bulu ketiak dan kukunya pada tanggal 10 Dzul Hijjah sampai dia menyembelih binatang kurbannya.

    Binatang yang dikurbankan

    Binatang yang dikurbankan adalah ternak tertentu yang telah ditentukan oleh syari’, yaitu kambing, sapi (lembu) dan onta. Satu kambing untuk satu orang, sedangkan satu sapi dan onta cukup untuk 7 orang. Artinya boleh berkurban secara patungan tetapi terbatas untuk sapi dan onta, masing-masing untuk 7 orang. Ini adalah pendapat imam Syafi’I, Ahmad, Sufyan Ats Tsauri dan Ibnul Mubarak, disasarkan pada hadits Abu Dawud dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda (yang artinya):
    “ Seekor sapi patungan dari tujuh orang dan seekor onta juga patungan dari tujuh orang “.
    Dan yang paling utama adalah berkurban dengan onta, kemudian sapi dan kemudian kambing. Onta disyaratkan berumur 5 tahun yang menginjak ke 6 tahun. Sapi berumur 2 tahun yang menginjak ke 3 tahun. Domba (kibas) berumur 1 tahun menginjak ke 2 tahun dan kambing kacang berusia 2 tahun menginjak ke 3 tahun.
    Jika dilihat dari warna bulu binatang kurban, maka yang paling utama adalah yang berwarna putih kemudian kuning kemudian cokelat muda (seperti warna tanah) kemudian merah kemudian belang (hitam putih) kemudian hitam.

    Juga disyaratkan binatang-binatang tersebut tidak cacat, seperti: salah satu matanya picek yang tampak atau buta, atau kakinya timpang atau pincang yang jelas kepincangannya, atau binatang itu terkena penyakit yang jelas sehingga tampak kurus atau dagingnya rusak karena penyakit itu, atau telinganya putus atau sebagiannya atau diciptakan memang tanpa telinga atau semua ekornya atau sebagiannya terputus, maka kesemuanya ini menjadikan kurbannya tidak cukup (tidak sah).

    Tapi jika binatang itu tidak bertanduk atau tanduknya pecah atau dua buah pelirnya terputus, tetap dibolehkan berkurban dengan binatang tersebut. Dan dikatakan sudah cukup dan sah. Wallahu A’lam .

    Maraji’: Kitab Hasyiyah Al Baijuri juz II, hal. 295-302 dan sumber lain.


    Pertanyaan Seputar Qurban

    Pertanyaan: Apakah boleh si pemotong qurban untuk mengambil bagian kaki dan kepala qurban itu ?

    Jawaban: Yang dimaksud si pemotong qurban dalam hal ini tentu adalah orang yang diwakilkan untuk memotong atau menyembelihnya bukan pemilik qurban itu sendiri. Jika si pemotong diberikan kaki dan kepala atau kulit sebagai upah pemotongan, maka hukumnya tidak boleh. Karena dengan demikian berarti bagian itu dijual. Sedang orang yang menjual bagian qurbannya maka tidak ada udhiyah / qurban baginya, atau dengan kata lain tidak sah qurbannya.

    Adapun memberikan si pemotong kepala dan kaki atau kulit tadi sebagai shadaqah atau hadiah yang tidak dikaitkan dengan pemotongan, sedang upahnya dibayar tersendiri dan ditanggung yang berqurban, maka boleh dan tidak ada larangan padanya.

    Dalam kitab Busyral Karim (II/128) disebutkan, "Tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari qurban dan tidak boleh memberikan si pemotong bagian qurban sebagai upahnya walaupun kulit. Tetapi ongkos atau upah pemotongan itu ditanggung oleh orang yang berqurban".
    Oleh karena itu sebaiknya bagi panitia Qurban, selain menerima qurban juga memberitahukan bahwa orang yang berqurban harus membayar upah pemotongannya.


    Pertanyaan: Bolehkah orang yang sudah menerima daging qurban kemudian menjualnya kepada orang lain?.

    Jawaban: bagi orang yang berqurban, tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari qurbannya. Adapun orang yang menerima qurban, jika dia adalah faqir miskin maka setelah qurban itu berada di tangannya jadilah itu haknya seperti daging biasa. Oleh karenanya boleh orang yang faqir atau miskin tadi menjualnya, tetapi harus dijual kepada orang islam.
    Adapun orang kaya, jika mereka dikirimi atau diberikan qurban, maka dia hanya boleh mempergunakan daging tadi sebagai makanan atau jamuan atau disedekahkan kepada orang lain. Tidak boleh dia menjualnya. (Busyral Karim II/128)

    Pertanyaan: Yang diharamkan untuk makan daging qurban/aqiqah yang wajib atau nadzar, apakah khusus bagi orang yang qurban/aqiqah saja, ataukah juga keluarganya yang masih wajib dinafkahi?

    Jawaban: Yang diharamkan adalah orang yang qurban/aqiqah wajib atau nadzar dan juga orang yang wajib dinafkahinya, termasuk anak dan isterinya. Referensi: Al Baajuri II/300


    Pertanyaan : daging qurban wajib setelah diterima oleh yang berhak kemudian diberikan kembali kepada orang yang qurban, apakah orang yang qurban tidak boleh memakan daging tersebut?

    Jawaban: Boleh, karena daging itu sudah dimiliki oleh orang yang berhak tadi, dan setelah dimilikinya maka dia berhak menggunakan daging itu untuk apapun. Jadi jika diberikan lagi kepada orang yang berkurban maka boleh-boleh saja dan boleh memakannya, karena sekarang daging itu sudah tidak menjadi daging kurban lagi, tetapi menjadi daging hibbah atau shodaqah.
    Referensi : Al Baajuri II/302


    Pertanyaan : apakah dibolehkan memindahkan hewan qurban dari daerahnya orang yang berqurban ke daerah lain?

    Jawaban: Boleh, baik hewan tersebut sudah disembelih atau belum.
    Referensi: Kifaayatul Akhyar II/242, Itsmidul ‘Ainain hal.78


    Pertanyaan: Bolehkan menjual tanduk dan kikil (teracak, jawa) dari hewan qurban wajib untuk ongkos orang yang mengurusinya?
    Jawaban: Tidak boleh, sekalipun dari hewan qurban sunnah.
    Referensi: Al Baajuri II/311, I’anatuth Thalibin II/333


    Pertanyaan : Bolehkah aqiqah untuk salah seorang anak sekaligus diniati sebagai qurbannya anak tersebut?

    Jawaban: kalau aqiqah dan qurbannya itu sama-sama sunnah dan kambingnya satu, dalam hal ini ada perbedaan pendapat, menurut imam Ibnu Hajar Al Haitami tidak boleh sedangkan imam Ar Romli mengatakan boleh. Begitu pula jika kambingnya dua atau lebih tapi diniati sekaligus, artinya tidak ditentukan mana yang untuk aqiqah dan mana yang untuk qurban, maka juga khilaf antara ulama seperti diatas.

    Tapi kalau kambingnya dua atau lebih dan masing-masing ditentukan, mana yang untuk aqiqah dan mana yang untuk qurban maka sah/ boleh, tidak ada khilaf antara ulama.
    Referensi: Al Baajuri II/304, Al Qulyubi IV/255, Itsmidul ‘Ainain hal.77


    Pertanyaan: Bolehkah kulit kambing kurban dimiliki (diambil) oleh sebagian orang dari panitia kurban, yang juga mereka telah memperoleh pembagian dagingnya?

    Jawaban: Boleh kulit kambing diberikan kepada mereka, dalam hal ini yang dilarang baik dalam kurban wajib atau sunnah, adalah menjual sebagian daging atau kulit kurban atau menjadikan kulit atau kikilnya sebagai upah (ongkos) bagi yang mengurusi penyembelihan.
    Referensi: Al Baajuri II/302

    Link download seputar Qurban

    Keistimewaan Bulan Dzulhijjah

    Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam; semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan para Rasul, junjungan kita pula Nabi Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan sahabatnya, Aamiin.

    “Ketahuilah bahwasanya di hari-hari tahunmu ada pemberian-pemberian dari Allah, maka hadanglah (sambutlah) pemberian-pemberian tersebut (dengan melakukan amal kebaikan).”

    Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita musim-musim yang penuh dengan rahmat agar kita bisa memperbanyak amalan-amalan saleh di dalamnya. Hal tersebut sebagai bonus bagi kita sebagai umat Nabi Muhammad yang berumur lebih muda dan lebih pendek jika di bandingkan dengan umur umat-umat sebelumnya.

    Umur merupakan modal utama bagi manusia dalam menjalankan ibadah. Ketika umur telah habis maka selesai pula waktu untuk beribadah dalam rangka mengumpulkan bekal yang dipergunakan dalam perjalanan panjang yang tiada akhir yaitu kehidupan akhirat.

    Salah satu diantara musim-musim tersebut adalah bahwa dalam satu tahun ada dua bulan (musim) yang didalam bulan tersebut amalan-amalan shaleh yang kita kerjakan lebih utama dibandingkan pada bulan-bulan lainnya, yaitu 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.

    Ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits-hadits Nabi SAW banyak sekali yang menjelaskan tentang keutamaan amal ibadah yanh dikerjakan pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah, antara lain Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

    “Demi fajar dam demi malam yang sepuluh.”

    Dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir malam sepuluh adalah 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah.

    “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Al-Hajj: 28)

    Kedua ayat diatas dengan sangat jelas menerangkan keistimewaan 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Dan Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan dalam sabdanya yang artinya:

    Di riwayatkan oleh imam bukhori dari Ibn Abbas RA bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada hari yang mana amalan shaleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah SWT daripada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Lalu sahabat bertanya, walaupun jihad di sabilillah? Rasul Allah SAW menjawab, walaupun berperang di jalan Allah kecuali orang yang keluar berperang dengan (mengorbankan) dirinya dan hartanya kemudian tidak kembali sama sekali (meninggal).”

    Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits-Hadits Nabi SAW yang menjelaskan tentang keutamaan 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para Ulama mengatakan bahwasanya paling mulianya hari dalam satu tahun adalah 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah dan paling mulianya malam dalam satu tahun adalah 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan.

    Ulama mengatakan, “Barangsiapa memuliakan atau menghidupkan 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah dengan amalan-amalan ibadah maka Allah Ta’ala akan memberinya 10 keistimewaan, yaitu:

    - Allah memberikan berkah pada umurnya;
    - Allah menambah rizqinya;
    - Allah menjaga diri dan keluarganya;
    - Allah mengampuni dosa-dosanya;
    - Allah melipatgandakan pahalanya;
    - Di mudahkan keluarnya nyawa ketika dalam keadaan sakaratul maut; – Allah menerangi kehidupannya;
    - Di beratkan timbangan kebajikannya;
    - Terselamatkan dari semua kesusahannya;
    - Di tinggikan derajatnya di sisi Allah Ta’ala.

    Oleh karena itulah, bila kita mau menggunakan akal sehat untuk berfikir, alangkah rugi bila kita melewatkan saat-saat tersebut. Andaikan seorang pedagang pada 10 hari tersebut tokonya ramai dipenuhi pembeli, kemudian dia tidak akan menutup tokonya hingga larut malam bahkan akan menambah barang dagangannya dengan asumsi keuntungan yang besar di depan mata, padahal hal itu hanyalah keuntungan duniayang bernilai sangat kecil, bagaimana jika keuntungan yang akan di peroleh jauh amat besar yang dijanjikan oleh Dzat Yang Maha Besar, akankah kita lepaskan begitu saja?

    Bisa kita bayangkan jika umur kita di beri keberkahan oleh Allah Ta’ala maka kehidupan kita sehari-hari akan di penuhi dengan amalan-amalan shaleh yang mempunyai nilai pahala besar, tidak berlalu satu waktu terkecuali terisi dengan proses pendekatan kepada Allah. Mata, telinga, mulut dan semua anggota tubuh kita berjalan dalam jalur ridha Allah. Semua hal tersebut karena keberkahan umur dan masih banyak lagi cerita-cerita tentang Salaf kita yang mana mereka telah mendapatkan karunia yang sangat besar yaitu barakah pada umurnya.

    Dari mereka ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu hari 8 khataman (4 di siang hari dan 4 di malam hari). Ini hanya satu uraian keistimewaan yang di peroleh bagi siapa yang menggunakan atau memaksimalkan waktu dan musim-musimnya untuk ibadah, padahal masih terdapat sembilan keistimewaan yang lain, renungkanlah !

    Adapun amalan-amalan shaleh yang sangat di anjurkan oleh ulama untuk kita kerjakan pada 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah sangat banyak sekali di antaranya adalah shalat, puasa terutama puasa Tarwiyah dan Arafah serta banyak dzikir kepada Allah SWT.

    Maka marilah wahai saudara-saudaraku, kita bersama-sama dengan penuh semangat untuk mengisi waktu-waktu kita dengan amalan-amalan shaleh yang telah di contohkan oleh pendahulu kita, Kaum Shalihin, orang yang sukses dalam kehidupan dunia dan akhiratnya dengan sebab menjalani perintah-perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

    Oleh: Ustadz Abdul Qadir bin Ahmad Mauladdawilah

    Sumber: Majalah Cahaya Nabawiy, No 67 Dzulhijjah 1429 H / Desember 2008 M.

    Amaliah di bulan Dzulhijjah

    Salah satu bentuk karunia Allah Ta'ala bagi para hamba-Nya, dijadikan bagi mereka beberapa musim untuk meningkatkan ketaatan, memperbanyak amal shalih, dan saling berlomba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

    Orang yang berbahagia adalah orang yang memperhatikan musim-musim tersebut tanpa membiarkannya berlalu begitu saja. Sebaliknya orang yang sengsara adalah mereka menelantarkan kesempatan-kesempatannya untuk sesuatu yang sia-sia.

    Di antara musim-musim ketaatan ini adalah 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan, hari-hari tersebut adalah hari-hari dunia yang paling utama. Oleh karenanya, beliau menganjurkan untuk memperbanyak amal shalih di dalamnya.

    مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

    "Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

    Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah bersumpah dengannya. Dan sebenarnya ini saja sudah cukup untuk menunjukkan kemuliaan dan keutamaan hari-hari tersebut. Karena Dzat yang Maha Agung tidak bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung. Allah Ta'ala berfirman,

    وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِي هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ

    "Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal." (QS. Al-Fajr: 1-5)

    Bagaimanakah Cara Menyambut Kedatangan Hari-Hari Tersebut?

    Seorang muslim seharusnya mengisi setiap waktunya dengan ketaatan. Agar saat datang kesempatan istimewa dia mampu mengisinya dengan amal-amal kebaikan yang lebih. Karena balasan terbaik dari ketaatan adalah diberi tambahan hidayah untuk mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. Allah Ta'ala befirman,

    إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ

    "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus: 9)

    Perpaduan antara iman dengan konsekuaensi dan tuntutannya, berupa amal shalih, -yang mancakup amal dzahir dan batin- yang dikerjakan dengan ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah) akan menjadi sebab datangnya hidayah, "mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya". Maksudnya: Dengan adanya iman yang benar dalam diri mereka tersebut, Allah membalas dengan pahala teragung untuk mereka, yaitu hidayah. Sehingga Allah mengajarkan kepada mereka apa saja yang berguna untuk mereka dan menganugerahkan amal-amal shalih yang menetas dari hidayah itu. (Disarikan dari Tafsir Taisir al-karim al-Rahman, milik Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di)

    Oleh karenanya, menyambut musim ketaatan 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah hendaknya kita memperhatikan beberapa kiat-kiat berikut ini:

    1. Taubat yang tulus

    Seorang muslim menyambut musim ketaatan dengan taubat yang tulus dan tekad yang kuat untuk kembali kepada Allah. Melaluinya, diharapkan dia akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.

    Allah Ta'ala berfirman,

    وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

    "Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur: 31).

    2. Tekad kuat untuk memanfaatkan hari-hari ini

    Seorang muslim sepantasnya bersemangat memanfaatkan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dengan perkataan mulia dan amal-amal shalih. Dan siapa yang bertekad melaksanakan kebaikan, Allah pasti membantunya dan menyiapkan sebab-sebab yang memudahkannya untuk menyempurnakannya. Dan siapa yang membenarkan janji Allah, maka Allah akan membantunya untuk merealisasikannya.

    Allah Ta'ala berfirman.

    وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

    "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)

    3. Menjauhi perbuatan maksiat

    Kalau ketaatan adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah, sebaliknya maksiat merupakan jalan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan rahmat-Nya. Terkadang seseorang tidak mendapatkan rahmat Allah disebabkan dosa yang dikerjakannya. Jika Anda berharap diampuni dosa dan diselamatkan dari Neraka maka jauhilah perbuatan maksiat, khusunya pada hari-hari ini. Dan siapa yang memahami apa yang dicarinya maka dia akan mudah berkorban untuknya.

    Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada satu amalan yang lebih mulia di sisi Allah 'Azza wa Jalla dan lebih besar pahalanya daripada kebaikan yang dilakukan pada sepuluh Adha (dalam satu riwayat; Dzulhijjah).” Dikatakan, “Tidak pula jihad fi sabilillah?” Beliau menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Darimi dengan isnad yang hasan dan disebutkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 3/398)

    Di antara amal-amal ibadah dan ketaatan utama yang disyariatkan pada sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah ini adalah:

    1. Melaksanakan haji dan umrah

    Berhaji dan umrah di Baitullah al-Haram merupakan amal ibadah paling utama pada hari-hari ini. Maka siapa yang diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka dia mendapatkan janji –Insya Allah- dari sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,

    الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

    Umrah satu kepada umrah lainnya merupakan kafarah bagi dosa di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    2. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau sebagiannya, khususnya pada hari ‘Arafah

    Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sangat menganjurkan untuk beramal shalih pada sepuluh hari ini, dan puasa salah satu dari amal-amal shalih tersebut. Terlebih lagi, Allah Ta’ala telah memilih puasa untuk diri-Nya sebagaimana terdapat dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

    كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

    Semua amal anak Adam untuk dirinya kecuali puasa, sungguh puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. al-Bukhari no. 1805)

    Khususnya berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa mengerjakannya. Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, dari sebagian istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata:

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ

    Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam melaksanakan puasa 9 Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan serta senin pertama dari setiap bulan dan dua hari Kamis.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Shahih Abi Dawud: 2/462)

    Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

    صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ

    Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah akan menghapuskan (dosa) setahun yang telah lalu dan setahun sesudahnya.” (HR. Muslim)

    3. Bertakbir dan berdzikir pada hari-hari tersebut

    Disunnahkan membaca takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih selama sepuluh hari tersebut. Dan disunnahkan mengeraskannya di masjid-masjid, rumah-rumah, dan di jalan-jalan. Dan setiap tempat yang dibolehkan untuk dzikrullah disunnahkan untuk menampakkan ibadah dan memperlihatkan pengagungan terhadap Allah Ta’ala. Kaum laki-laki mengeraskannya sementara kaum wanita melirihkannya.

    Allah Ta’ala berfirman,

    لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

    Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 28) Menurut Juhmur ulama, makna al-ayyam al-ma’lumat adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang diriwatkan dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma, “Al-Ayyam al-Ma’lumat: Hari sepuluh."

    Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anha,

    مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

    Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya.” (HR. Ahmad 7/224, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan isnadnya).

    Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, rahimahullaah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan:

    الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر ولله الحمد

    "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah". Dan masih ada lagi bentuk takbir yang lainnya.

    Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor).

    4. Bertaubat serta meninggalkan berbagai kemaksiatan dan dosa

    Harapannya, semoga amal-amal tadi mendatangkan ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya kemaksiatan menjadi sebab jauhnya seseorang dari Allah dan tidak mendapat rahmat-Nya. Sebaliknya, ketaatan menjadi sebab dekatnya dengan Allah dan mendapatkan rahmat-Nya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah cemburu, dan kecemburuan Allah, kalau seseorang melanggar apa-apa yang Dia haramkan.” (Muttafaq ‘alaih)

    5. Memperbanyak amal-amal shalih seperti shalat, shadaqah, berjihad, membaca Al-Qur’an, beramar ma’ruf dan nahi munkar serta amal-amal shalih lainnya

    Dan amal-amal shalih tersebut yang dilaksanakan pada hari-hari ini akan dilipatgandakan pahalanya. Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

    مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا

    الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

    "Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Bukhari, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

    Sebenarnya, seluruh amal shalih dicintai oleh Allah. Namun, apabila dilaksanakan pada hari-hari sepuluh pertama Dzulhijjah akan lebih dicintai. Maknanya, pahalanya juga lebih besar dan dilipatgandakan bila dibandingkan pada hari-hari lainnya.

    6. Disyariatkan melaksanakan ‘udhiyyah (penyembelihan hewan kurban) pada hari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah) yang diikuti tiga hari sesudahnya, yakni Ayyam Tasyriq

    Menyembelih hewan kurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim 'alaihis salam, yaitu ketika Allah menebus putranya –Ismail- dengan hewan sembelihan yang gemuk. Juga terdapat riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah berkurban dengan dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri kedua domba tersebut dengan tangannya. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di atas sisi kaki depan domba tersebut,” (Muttafaq ‘Alaih)

    Allah menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban termasuk bagian dari syi'ar Islam yang harus diagungkan oleh setiap muslim.

    وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

    كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

    "Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj: 36)

    "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Hajj: 37)

    ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

    "Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 37)

    Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang keutamaannya,

    مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ

    "Tidak ada satu amalan yang dikerjakan anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh Alah 'Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya. Sesunggunya darahnya akan sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi, beliau menghassankannya)

    7. Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berqurban

    Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah radhiyallhu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

    إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

    "Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya." Dalam riwayat lain: "Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berqurban."

    Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan qurbannya. Firman Allah.

    وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

    "..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan..." (QS. Al-Baqarah: 196).

    Larangan ini, menurut zahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

    8. Melaksanakan shalat Iedul Adha dan mendengarkan khutbahnya

    Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti; nyanyi-nyanyian, berjudi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Kemungkaran-kemungkaran ini akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari. Wallahu a’lam

    majelis-tausiah-para-kyai-ustadz-indonesia/