UNSUR-UNSUR WIRAUSAHA
Wirausaha mencakup beberpa unsur penting yang satu dengan lainnya saling terkait, bersinergi, dan tidak terlepas satu sama lain, yaitu: (1) Unsur daya pikir (kognitif), (2) Unsur keterampilan (psokomotorik), (3) Unsur sikap mental (afektif), dan (4)Unsur kewaspdaan atau intuisi (Soesarsono, 1996).
Download artikel unsur-unsur wirausaha
1. Unsur Daya Pikir
Daya pikir, pengetahuan, kepandaian, intelektual, atau kongnitif mencirikan tingkat penalaran, taraf pemikiran yang dimiliki seseorang. Daya pikir adalah juga sumber dan awal kelahiran kreasi dan temuan baru serta yang terpenting ujung tombak kemajuan suatu umat. Dalam pandangan al-Baghdadi (1994), memang pemikiranlah yang secara sunatullah mampu membangkitkan suatu umat sebab potensi bangkit dimiliki manusia manapun secara universal.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d: 11)
Menurut Al-Baghdadi, ayat ini bersifat umum, yakni siapa saja dapat mencapai kemajuan dan kejayaan bila mereka telah mengubah sebab-sebab kemundurannya. Mengubah keadaan biar bangkit biasanya diawali dengan merumuskan konsepsi kebangkitan.
Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal manusia (dengan dalil aqli dan naqli-nya) dan menentramkan jiwa, menempatkan aktivitas pemikiran pada tataran yang istimewa., terlebih dalam proses pembentukan keimanan dan keyakinan seseorang. Imam Syafi’i dalam fikhul akbar, meyatakan,
“Ketahuilah, kewajiban pertama bagi seorang mukallaf (muslim yang telah baligh sehingga diberi bebean (taklif) hukum atas setiap perbuatannya)adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah dan yang dengan itu dapat sampai kepada ma’rifat kepada hal-hal yang ghaib dari indra dan yang (ma’rifat itu) merupadak suatu keharusan. Hal itu merupakan suatu kewajiban dalam bidang ushuluddin (pokok-pokok agama) berdasarkan firman Allah,
“Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah” (Al An'am: 99)
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (Al Hasyr: 2)
“ Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi”. (Yunus: 101).
Saya katakan bahwa kewajiban yang pertama berfikir karena sebagian besar dari ibadah adalah bergantung pada niat, sedangkan yang namanya niat itu adalah suatu maksud yang ditujukan untuk beribadah terhadap Zat yang disembah secara khusus. Maksud dalam bentuk semacam ini tidak mungkin dicapai kecuali sesudah tercapainya ma’rifat terhadap Zat yang ddisembah tersebut, sedangkan ma’rifat itu sendiri tidak mungkin tercapai kecuali dengan jalan berfikir dan pembuktian. Itulah sebabnya, mengapa saya mengatakan bahwa berfikir itu merupakan kewajiban yang pertama bagi seorang mukallaf.
Pentingnya pemikiran juga tampak dari kedudukannya sebagai asas dan suatu perbuatan. Abdurrahman (1998) menyebutkan kaidah melakukan perbuatan (qaidah ‘amaliah) terdiri atas: (1) mabhinun ‘ala al-fikri ‘dilandaskan atas pemikiran atau kesadaran’, (2) min ajli ghayatin mu’ayyanah ‘untuk mencapai tujuan tertentu’, dan (3) mabhinun ‘ala al-iman ‘dilandaskan pada keimanan’.
Semestinya, seorang muslim dalam berfikir bersumber pada wahyu disertai dengan kecakapan dalam mengamati keadaan di sekitarnya. Berkaitan dengan bisnis, Al Quran sebagai wahyu Allah menunjukkan sejumlah hal penting. Diantaranya sebagai berikut.
a. Seruan pengadaan pangan berkualitas
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan...” (Al Baqarah: 168).
b. Seruan pengadaan pakaian berkualitas
Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan...”(Al A'raaf: 26).
c. Anjuran pengadaan jasa transportasi
Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (An Nahl: 7-8).
d. Anjuran pengadaan jasa perdagangan
“...Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Al Baqarah: 275).
e. Dorongan aktivitas pencerdasan umat
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (At Taubah: 122).
f. Dorongan pengadaan kedokteran dan pengobatan
“....dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An Nahl: 69).
g. Anjuran pengadaan industri peternakan dan perikanan
Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. (Thaahaa: 54).
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu....” (Al Maa-idah: 96).
Tantangan yang dihadapi dalam meningkatan daya nalar ialah bagaimana agar taraf pemikiran, pengetahuan, dan pemahaman terus dipicu untuk maju dan berjaya.
2. Unsur Keterampilan
Mengandalkan berfikir saja belumlah cukup untuk dapat mewujudkan satu karya nyata. Karya hanya terwujud jika ada tindakan. Keterampilan merupakan tindakan raga untuk melakukan suatu kerja. Dari hasil kerja itulah baru dapat diwujudkan suatu karya, baik berupa produk ataupun jasa. Keterampilan dibutuhkan oleh siapa saja, termasuk kalangan pebisnis profesional.
Islam memberikan perhatian besar bagi pentingnya penguasaan keahlian atau keterampilan. Penguasaan yang serba material ini juga merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka melaksanakan tugasnya. Secara normatif, terdapat banyak nash dalam Al Quran dan hadis yang menganjurkan untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan umum dan keterampilan.
“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi..” (Al Qashash: 77).
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang...” (Al Anfaal: 60).
“Hiasilah wanita-wanita kalian dengan ilmu tenun.” (HR. Al-Khatib dari Ibnu Abbas r.a.).
Juga firman Allah tentang Nabi Nuh a.s. dan Nabi Daud a.s.,
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (Huud: 37)
Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). (Al Anbiyaa': 80).
Dalam kitab al-Furusiah karya Ibnul Qayyim, diriwayatkannya bahwa Rasulullah suatu ketika melihat dan menunjuk busur-busur panah buatan orang-orang Arab. Beliau bersabda, “dengan ini, dengan busur-busur, tombak, Allah SWT mengokohkan kekuasaan di dalam negeri dan menolong kalian atas lawan-lawanmu.”
Pada kali yang lain, Rasulullah saw pernah memerintahkan asy-Syifa binti Abdullah agar mengajarkan kepada Hafshah Ummul Mu’minin tentang menulis pengobatan dengan doa dan jampi. Beliau juga pernah menganjurkan kaum muslimah agar mempelajari ilmu tenun, menulis, dan merawat orang sakit (pengobatan).
Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, membagi ilmu dalam dua kategori berdasarkan takaran kewajibannya. Pertama, ilmu yang dikategorikan sebagai fardu “ain, yakni ilmu yang wajib yang dipelajari setiap individu muslim. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqafah Islam. Seperti pemikiran, ide dan hukum-hukum Islam (fikih), bahasa Arab, sirah nabawiyyah, ulumul qur’an, ulumul hadits, ushul fiqh, dan sebagainya. Kedua, ilmu yang dikategorikan sebagai fardu kifayah, yaitu ilimu yang wajib dipelajari oleh salah satu atau sebagain saja dari umat Islam. Ilmu yang termasuk dalam golonbgan ini adalah ilmu kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan, seperti ilmu kimia, biologi fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dan sebagainya.
Dalam kerangka bisnis, Ilmu kehidupan/keterampilan yang dibutuhkan adalah segala hal yang menunjang keberhasilan bisnis. Antara lain, keterampilan dalam mengelola keuangan (manjemen keuangan, keterampilan atau keahlian memasarkan (manajemen pemasaran), dan sebagainya. Serta yang paling penting adalah penguasaan keterampilan operasi/produksi dari lapangan bisnis yang digelutinya.
Dengan demikian, penguasaan keterampilan tidak juga menjadi unsur penting wiraswasta, namun lebih dari itu, ia menjadi suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagain dari umat apabila ilmu-ilmu tersebut dinilai sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan keterampilan berproduksi lainnya.
3. Unsur Sikap Mental Maju
Daya pikir dan keterampilan belumlah dapat menjamiin kesuksesan. Sukses hanya dapat diraih jika terjadi sinergi antara pemikiran, keterampilan, dan sikap mental maju. Sikap mental inilah yang dalam banyak hal justru menjadi penentu keberhasilan seseorang.
Jika dicemati, banyak pengusaha besar sukses ternyata hanya berlatar pendidikan sekolah menengah dan bahkan ada juga yang hanya lulusan SD (sekolah dasar), namun mereka banyak yang “SD” (Sinau Dhewe) alias belajar sendiri atau atodidak (soesarsono, 1996).
Bagi seorang muslim, sikap mental maju pada hakikatnya merupakan konsekwensi dari tauhid dan buah dari kemuslimannya dalam seluruh aktivitas pada pola berpikir (aqliyyah) dan pola bersikapnya (nafsiyyah) yang dilandaskan pada aqidah Islam. Di sini, tampak jelas bahwa sikap mental maju sesungguhnya adalah buah dari pola sikap yang didorong secara produktif oleh pola pikir islami.
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku menjadi akalnya yang ia berpikir dengannya.” (Hadits Qudsi)
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga dai menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yang kubawa.” (Hadits Arba’in-Nawawiyyah).
Berikut adalah sejumlah sikap mental maju yang didorong oleh pola pikir yang islami.
Sigap, cekatan, langsung dikerjakan
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Fushshilat: 33).
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan...” (Al Baqarah: 148).
Tanggap dan aktif
“Siapa saja yang bangun pagi hari dan ia hanya memperhatikan masalah dunianya, orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, ia tidak termasuk golongan mereka.” (HR. Thabrani dari Abu Dzarr al Ghifari).
...Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan... (Al Maa-idah: 48).
Rajin, Telaten, Tekun
“Tuntutlah ilmu dari aynan hingga liang lahat.” (Al-Hadits)
“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah: 6).
Kerja lebih
“....supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya .... “ (Al Mulk: 2)
· Jujur dan Bertanggung Jawab
"Katakanlah yang benar walaupun pahit" (al-Hadits)
"Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggungjawab atas kepemimpinannya (rakyat). Seorang perempuan/ibu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung jawab atas kepemimpinanya. Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-rnasing mempertanggungjawabkan atas kepemimpinannya." (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).
· Disiplin
"Wahai orang yang beriman, jadikanlah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu, jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.... ” (An-Nissa : 135)
· Teliti, Kerja Terbaik, Zero Mistake
"Sesungguhnya, Allah senang pada hamba-Nya yang apabila mengerjakan sesuatu berusaha untuk melakukannya dengan seindah dan sebaik mungkin. " (al-Hadits)
· Berjiwa Besar, Bersikap Wira
“Dan, memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.... “ (Ath-Thalaaq: 3)
“Mencari yang halal itu wajib bagi setiap muslim.” (HR Thabrani)
"Tiada seseorang makan makanan yang lebih baik kecuali hasil usahanya sendiri. Nabiyullah Dawud a.s. juga makan dari hasil tangannya sendiri.” (HR Bukhari)
“Sesungguhnya, yang paling baik dan apa yang kamu makan adalah yang berasal dari kerjamu dan sesungguhnya anak-anakmu adalah dari usahamu.” (al-Hadits)
“... Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya....” (Al-Mulk: 2.)
4. Unsur Intuisi
Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya ada faktor lain di samping pemikiran, keterampilan, dan sikap mental yang juga menentukan keberhasilan seseorang. Faktor itu tidak lain adalah intuisi atau kewaspadaan (Soesarsono, 1996). Intuisi atau juga dikenal sebagai feeling adalah sesuatu yang abstrak, sulit digambarkan, namun acapkali menjadi kenyataan jika dirasakan serta diyakini benar dan lalu diusahakan.
Dalam perspektif Islam, intuisi dapat dinilai sebagai bagian lanjut dari pemikiran dan sikap mental maju yang telah dimiliki seorang muslim. Seorang muslim memang dituntut untuk mengaplikasikam pemahaman Islam dalam menjalankan kegiatan hidupnya. Proses aplikasi ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara menumbuhkan kesadaran dan melatih kepekaan perasaan.
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atas dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” (Ali lmran: 191)
“Siapa saja yang bangun pagi hari dan ia hanya memperhatikan masalah dunianya, orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah. Dan, barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, ia tidak termasuk golongan mereka. " (HR Thabrani dari Abu Dzarr al-Ghifari)
Selain itu, intuisi juga dapat ditumbuhkan dari keadrengan (ketekunan dan kesabaran untuk jangka waktu yang panjang) dalam melakukan suatu pekerjaan disertai dengan selalu mengingat bahwa bekerja adalah juga manifestasi dari rasa syukur.
“... Bekerjalah, hai keluarga Dawud, untuk bersyukur (kepadaAllah,).. .. (Saba': 13).
Begitu pula dengan memahami bahwa kegiatan bisnis apa pun tidaklah boleh melalaikan seorang muslim dari tugas kehidupan lainnya, seperti berzikir dan berdakwah.
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat, Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. " (An-Nuur: 37).
Gabungan keempat unsur itu (pemikiran, keterampilan, sikap mental maju, dan intuisi) yang bersinergi secara harmonis akan mampu membawa keberhasilan. Tantangannya kemudian adalah terletak pada bagaimana upaya untuk mengembangkan keempat unsur tadi agar dapat bersinergi secara harmonis.
HIKMAH
Dari penjelasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa dalam wirausaha atau bisnis harus ada empat unsur Unsur daya pikir (kognitif), Unsur keterampilan (psokomotorik), Unsur sikap mental (afektif), dan Unsur kewaspdaan atau intuisi. Unsur daya pikir mencangkup pengetahuan, kepandaian, intelektual, atau kongnitif mencirikan tingkat penalaran, taraf pemikiran yang dimiliki seseorang. Daya pikir adalah juga sumber dan awal kelahiran kreasi dan temuan baru serta yang terpenting ujung tombak kemajuan suatu umat. Keterampilan merupakan tindakan raga untuk melakukan suatu kerja. Dari hasil kerja itulah baru dapat diwujudkan suatu karya, baik berupa produk ataupun jasa. Sukses hanya dapat diraih jika terjadi sinergi antara pemikiran, keterampilan, dan sikap mental maju. Sikap mental inilah yang dalam banyak hal justru menjadi penentu keberhasilan seseorang. Intuisi atau juga dikenal sebagai feeling adalah sesuatu yang abstrak, sulit digambarkan, namun acapkali menjadi kenyataan jika dirasakan serta diyakini benar dan lalu diusahakan. Dalam perspektif Islam, intuisi dapat dinilai sebagai bagian lanjut dari pemikiran dan sikap mental maju yang telah dimiliki seorang muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar